Lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman di Bantul semakin terbatas. Bantul sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa tahun terakhir ini menjadi arah ekspansi besar-besaran para pelaku bisnis perumahan di kota Jogja. Lahan yang masih cukup luas, didukung dengan harga tanah yang mungkin masih cukup terjangkau, menjadi magnet besar para pengembang untuk melebarkan sayap propertinya. Melihat pertumbuhan properti di Kabupaten Bantul yang meningkat tajam, maka Pemerintah Kabupaten Bantul secara khusus telah mengatur pertumbuhan perumahan dengan menerapkan ketentuan perijinan yang wajib dipenuhi. Goal dari berbagai perijinan yang diterapkan adalah untuk melindungi pengembang dan konsumen , serta terciptanya iklim perumahan yang sehat dan legal.
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana prasarana lingkungan. Untuk mengatur perkembangan perumahan di Bantul, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul mengacu pada Perda Nomor 05 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung, dan Peraturan Bupati Bantul Nomor 36 tahun 2011 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan. Pengembang perumahan/permukiman di Kabupaten bantul saat ini tidak dapat dilakukan oleh perorangan, tetapi harus perusahaan yang berbadan hukum dan menjadi anggota Real Estate Indonesia (REI). Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Bupati Bantul No 13 tahun 2009 sebagaimana yang diubah dalam Perbub Nomor 55 A Tahun 2009 tentang Pedoman site plan pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2009 lalu. Peraturan bupati ini dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif pertumbuhan perumahan/permukiman di Kabupaten Bantul yang cukup pesat.
Sebuah perumahan dapat dikatakan legal apabila perumahan tersebut sudah sampai dengan keluarnya Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) perkavling. Hal ini perlu diketahui oleh setiap konsumen yang ingin membeli rumah. Nah, bagi para pengembang untuk mendapatkan Surat Ijin Mendirikan Bangunan tersebut, haruslah mengajukan permohonan ijin dengan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dan Persyaratan tersebut berjalan secara berurutan. Adapun ketentuan administrasi tersebut meliputi:
1. Persetujuan prinsip kepada Bupati
Persetujuan prinsip ini merupan langkah awal yang harus ditempuh setiap pengembang sebelum melakukan membuka lahan baru. Persetujuan prinsip ini nantinya kan berisi rekomendasi dari Bupati Bantul apakah lokasi yang akan dibuka sebagai perumahan tersebut, secara Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW), Kabupaten Bantul boleh digunakan sebagai pemukiman atau tidak. Perlu dicatat oleh para konsumen maupun pengembang bahwa, jika persetujuuan prinsip keluar, bukan berarti jaminan produk tersebut legal, karena masih banyak lagi tahapan yang harus dipenuhi agar benar-benar legal.
2. Aspek Tata Ruang kepada Kepala DPU
Setelah mendapatkan Persetujuan Prinsip dari Bupati, pengembang selanjutnya harus mengajukan permohonan aspek kesesuaian tata ruang kepada DPU. ketentuan ini dimaksudkan agar setiap pembangunan perumahan sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten Bantul. Sehingga akan terwujud penyelengaraan bangunan perumahan yang tertib, andal, dan serasi dengan arah kebijakan Kabupaten Bantul. “Meski dalam Persetujuan Prinsip sudah ada kesesuaian dengan tata ruang, pengembang harus tetap mengajukan rekomendasi aspek-aspek tata ruang kepada DPU,” terang Danu Suswaryanda, Sekertaris Dinas Perijinan Kabupaten Bantul. Hal ini untuk menyelaraskan pembangunan perumahan yang sesuai arahan pembangunan Kabupaten Bantul.
3. Klarifikasi ( luas lahan 0,05 Ha s/d 1 Ha) kepada Kepala Kantor Pertanahan atau mengajukan Ijin Lokasi kepada Kepala Dinas Perijinan (luas lahan >1 Ha (10.000 m²))
Kemudian setelah pengembang mendapatkan rekomendasi aspek tata ruang, pengembang harus mengurus perijinan berkaitan dengan proses tanah yang akan digunakan. Untuk luas lahan dengan luasan antara 0,5 Ha sampai dengan 1 Ha, harus mengajukan klarifikasi ke kantor pertanahan, sedangkan untuk lahan di atas 1Ha pengembang harus mengajukan ijin lokasi ke Dinas Peijinan.
4. Pengesahan Site plan kepada Kepala DPU
Langkah berikutnya adalah pengajuan site plan. Site plan adalah rencana tapak suatu lingkungan dengan fungsi tertentu yang memuat rencana tata bangunan, jaringan sarana dan prasarana fisik serta fasilitas lingkungan. Dalam site plan diatur berbagai ketentuan yang harus dilakukan pengembang, agar perumahan tersebut tidak membawa dampak negatif bagi kelestarian lingkungan serta dampak sosial lainnya. Salah satu contoh permasalahan sosial yang sering muncul adalah tidak tersedianya lahan pemakaman. Dalam hal ini pengembang harus menbuat surat pernyataan kesediaan menyediakan lahan makam bagi warganya, bisa bekerjasama dengan lingkungan sekitar dengan melakukan perluasan lahan makam. Ketentuan lain yang harus diperhatikan dalam site plan adalah, pengembang harus memperhatikan prosentase penggunaan tanah. Yaitu, luas tanah efektif maksimal 65% dari luas lahan keseluruhan, sedangkan sisanya, 35% digunakan untuk membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum.
5. Dokumen pengelolaan lingkungan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Pengembang perumahan juga harus menyusun dokumen UKL/UPL jika lokasinya di perkotaan dengan luas lahan 0,5 ha sampai dengan 5 ha atau luas lantai bangunan kurang dari 10.000 m2. Menyusun AMDAL jika lokasi di perkotaan, dengan luas lebih dari 5 ha atau kepadatan penduduknya 350 jiwa/ha atau luas lantai bangunan lebih dari 10.000 m2. Sedangkan pembangunan perumahan di luar perkotaan dengan luas lahan 0,5 ha sampai dengan 10 ha atau kepadatan penduduknya 150 jiwa/ha atau luas lantai bangunan kurang dari 10.000 m2 wajib menyusun dokumen UKL/UPL. Luas lahan lebih dari 10 ha atau luas lantai bangunan lebih dari 10.000 m2 yang lokasinya di luar perkotaan wajib menyusun AMDAL.
6. Ijin Mendirikan bangunan ( IMB) kepada Kepala Dinas Perijinan
Setelah melawati persayaratan administrasi di atas, puncak dari sebuah legalitas perumahan adalah keluarnya IMB. Setiap orang atau badan usaha yang mendirikan/renovasi bangunan gedung/bangunan bukan gedung wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). “ IMB merupakan output akhir dari sebuah legaliatas perumahan, dengan keluarnya IMB itu , berarti perumahan tersebut sudah benar-benar legal, karena syarat-syarat lainnya sudah sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkap Mujahid Amrudin, Kepala Bidang Pendataan dan penetapan, Dinas Perijinan Kabupaten Bantul. Lebih lanjut Mujahid mengungkapkan, “ Sebenarnya proses perijinan IMB di Dinas Perijinan tidak mebutuhkan waktu lama, hanya butuh 6 hari kerja, dengan catatan, segala persyaratan dan proses-proses lainnya sudah beres, lengkap, benar, dan tidak ada permasalahan di lapangan”.
“Segala kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bantul mengenai peraturan pengembangan perumahan/ permukiman tersebut murni hanya untuk melindungi hak-hak konsumen dan pengembang, serta untuk mengatur penataan pengembangan perumahan agar sesuai dengan pengembangan kawasan perkotaan,” terang Sekertaris Dinas Perijinan Kabupaten Bantul di kantornya Jalan Gajah Mada No 1 Bantul. Pesatnya pertumbuhan perumahan di bantul, secara pilihan akan menguntungkan bagi konsumen, namun, konsumen juga harus jeli mengenai legalitas perumahan tersebut. Konsumen jangan terjebak dengan harga murah, namun legalitas “bodong”. Legalitas perumahan menjadi sangat penting karena akan menjamin hak hukum konsumen terhadap rumah tersebut. Selain itu jika ingin mengajukan KPR, legalitas juga sangat berperan. Perbankan akan mencantumkan legalitas perumahan tersebut sebagai syarat penting.